Catatan Kaki Mandalawangi #part 1

Senin, 09 Januari 2012
Siapa yang tak kenal Lembah Mandalawangi?? Di film Gie, sang tokoh sering menjelajah ke sana. Semua penjelajah gunung juga pasti sudah hafal dengan tempat ini. Kebetulan hari Jumat, 23 Desember 2011 kemarin, saya dan kawan-kawan berkesempatan mengunjungi tempat tersebut. Saya bukan lah anggota pecinta alam di kampus, tapi saya merasa bangga dapat mendaki sampai ke sana.

Berangkat lah 4 pemuda kala itu, saya, Ardy, Kak Yusuf, Kak Ojan, dan satu wanita tangguh, Kak Bocil.
Persiapan sudah dimulai dengan baik di kampus. Pagi-pagi saya sudah harus menunggu TipTop buka untuk belanja logistik pendakian, dilanjutkan dengan sholat Jumat dan UAS Basic Writing. Akhirnya pukul 4 sore kami memulai perjalanan.

Metromini pun dicegat untuk mengantar kami ke pangkalan bus yang akan mengantar kami ke Ciawi. Beruntung kami langsung mendapatkan bus dan tak menunggu lama, bus itu langsung berangkat. Seperti bus ekonomi kebanyakan, semua kursi terisi penuh, dan ditambah tas-tas besar kami yang menambah sempit bus itu. Memasuki kota Bogor, cuaca semakin mendung, hingga akhirnya perjalanan kami dihiasi hujan deras. Sampai lah kami di keluar tol Ciawi. Kami turun dan menyambung bus lagi ke arah Puncak. Hari sudah petang, cuaca masih hujan rintik-rintik. Beruntung lagi, kami langsung mendapatkan bus ke arah Cibodas. Bus kali ini nyaman, sepi dan berpendingin udara. Kami menikmati betul perjalanan itu. Tak terasa kami sudah tiba di pertigaan Cibodas. Sebelum naik ke Taman Cibodas, kami menyempatkan dulu untuk belanja melengkapi logistik yang kurang. Setelah itu, kami pun bergegas menuju angkot kuning yang akan membawa kami naik ke Taman Cibodas. Angkot itu berisi kami berlima, 2 orang pendaki lain, 3 orang warga, dan tas-tas besar kami.
Tibalah kami di depan pintu masuk Cibodas. Kami tidak masuk ke Cibodas, tapi istirahat di warung sekitar yang memang biasa menjadi base camp para pendaki sebelum naik gunung. Kami membuka lagi tas-tas kami dan packing ulang barang-barang kami. Lalu sholat dan tidur.

Sekitar jam 12 malam, kami bangun dan bersiap-siap untuk naik. Senter sudah ditangan, siap untuk mengarungi gelapnya malam.

Kami tiba di pos pertama untuk pengecekan identitas, lalu meneruskan perjalanan. Kami jalan begitu lambat karena terbatasnya penerangan. Kami harus hati-hati melangkah dalam keadaan sedikit pencahayaan. Suara burung dan makhluk malam lain makin menyemangati saya yang baru pertama kali merasakan naik gunung. Kami juga beristirahat beberapa kali untuk meregangkan otot kaki.

Tiba di pos Panyangcangan, kami berhenti untuk istirahat. Di sana, kami bertemu rombongan pendaki lain yang sedang camping di pos tersebut. Kami disuguhi kacang ijo. Sungguh ikatan sesama pendaki sangat erat. Tak lama kemudian, kami melanjutkan pendakian, menyusuri jalan gelap dengan sangat pelan.
Tak terasa kami sudah hampir 6 jam berjalan ketika sampai di pos air panas. Di sana kami berhenti dan membuka peralatan masak kami untuk sarapan. Kopi, energen, teh manis, mie goreng, nasi goreng jadi santapan kami pagi itu. Tak lupa solat Subuh, meskipun waktu sudah pukul 6 kurang.

Kami lanjut sekitar pukul 9 pagi menuju pos Kandang Badak. Di sepanjang perjalanan, kami bertemu banyak rombongan pendaki lain. Ditemani bunga2 yang sedang mekar, menambah romantisnya perjalanan. Cuaca cerah sepertinya menjadi berkah tersendiri bagi saya karena dapat menikmati pemandangan yang tidak bisa ditemui di Jakarta.

Hampir jam 12 siang ketika kami sampai di Kandang Badak. Rupanya di sana sudah banyak pendaki yang mendirikan tenda. Sebagai informasi, Kandang Badak adalah pos terakhir sebelum pendaki melanjutkan ke puncak Gede atau mau ke puncak Pangrango. Di sana kami mengisi botol air minum, sedikit mengisi perut kembali dan istirahat.

Ternyata puncak Gede dan Pangrango berbeda. Aku berpikir bahwa 2 nama tersebut adalah satu kesatuan. Setelah dari Kandang Badak tadi, kita akan bertemu 2 jalan yang memisahkan apakah mau ke puncak Gede (Surya Kencana) atau puncak Pangrango (Mandalawangi). Tujuan kami adalah ke puncak Pangrango. Cuaca mulai berkabut dan sedikit gelap. Jalan yang dilalui juga ternyata sangat menantang. Banyak pohon tumbang di tengah jalan dan tanjakan terjal yang sempit. Sampai akhirnya hujan mulai turun, kami bergegas memakai raincoat. Ternyata medan yang terjal sungguh menguras tenaga. Nafas mulai terengah-engah, kaki mulai sedikit malas berjalan, ditambah rasa ngantuk berjalan 12 jam. Kami berkali-kali berhenti hanya untuk mengatur nafas. Di tengah perjalanan, Kak Bocil mulai kelelahan. Rombongan kami terbagi menjadi 2. Saya, Ardy, dan Kak Ucup jalan di depan dan Kak Ojan dan Kak Bocil tertinggal di belakang. Kak Ojan menyuruh kami jalan duluan saja biar cepat sampai.

#bersambung


Pos Air Panas,, Narsis dikit